Postingan

Marxisme dan Hijrah (Lanjutan)

  *    *    * Di sini juga saya mau menguraikan secara ringkas sikap dari seseorang G. Hal ini penting karena sikapnya terdapat sering sekali. Dia menyurat kepada saya:   “Salam alaikum, Alexander Gachikus! Saya sudah membaca tulisan anda tentang definisi [pertegasan] dari pikiran dan pemikiran dari sudut ideologi Marxisme dan dari sudut ideologi Islam. Itu sangat menarik. Yang tidak jelas cuma, bagaimanakah anda menegaskan bahwa “sekutu kami ialah Islamisme”, kalau Islam mengakuilah [adanya] Tuhan, sedang anda tidak mengakuinya?”   Saya menjawab kepada dia:              “Salam alaikum, G.! Kalau saya mengarti anda benar, anda sudah membaca tinjauan saya [buku “Pemikiran” oleh Taqiuddin an Nabhani] yang ditulis lebih kurang sepuluh tahun lalu. Pandangan saya pada waktu itu ada agak “mentah”, agak “kasar”, menurut paham saya sekarang. Pada waktu itu saya mengenal Islam kurang sekali, mengenal hal ini secara tidak langsung cuma. Adapun pertanyaan anda, pertama sekali,

Marxisme dan Hijrah

(diterjemahkan dari bahasa Rusia oleh penulisnya sendiri, yakni oleh saya)            Dalam tulisan saya yang lalu (“Pengetahuan Islam dan ilmu Eropa”, 2018) saya sudah menulis bahwa kata “Tuhan”, “Allah” dalam Islam harus diartikan dari sudut ilmu sekarang (sains) sebagai “undang-undang alam” umumnya dan “undang-undang pertumbuhan sejarah masyarakat” khususnya, dan kata “malaikat” harus diartikan sebagai “perwujudan khusus dari undang-undang itu”. Dalam hal itu pendapat saya sesuai (walaupun bukan dalam segala apa) dengan pendapat dari pemikir Islami India yang maju (progresif) dari abad ke-19 Sayyid Ahmad Khan, yang kutipan dikemukakan pula oleh saya dalam tulisan itu. Demikian pula halnya dengan kata “setan” (“syaitan”, “Iblis”) sebagai salah satu malaikat, yaitu malaikat yang akhirnya takluk kepada Allah sama seperti para malaikat lain-lain, sedang seolah-olah “tidak takluk” kepada Allah, dan dengan syaitan itu Allah menguji orang-orang tentang keteguhan keyakinan mereka, tentang