Marxisme dan Hijrah

(diterjemahkan dari bahasa Rusia oleh penulisnya sendiri, yakni oleh saya)   

     Dalam tulisan saya yang lalu (“Pengetahuan Islam dan ilmu Eropa”, 2018) saya sudah menulis bahwa kata “Tuhan”, “Allah” dalam Islam harus diartikan dari sudut ilmu sekarang (sains) sebagai “undang-undang alam” umumnya dan “undang-undang pertumbuhan sejarah masyarakat” khususnya, dan kata “malaikat” harus diartikan sebagai “perwujudan khusus dari undang-undang itu”. Dalam hal itu pendapat saya sesuai (walaupun bukan dalam segala apa) dengan pendapat dari pemikir Islami India yang maju (progresif) dari abad ke-19 Sayyid Ahmad Khan, yang kutipan dikemukakan pula oleh saya dalam tulisan itu.

Demikian pula halnya dengan kata “setan” (“syaitan”, “Iblis”) sebagai salah satu malaikat, yaitu malaikat yang akhirnya takluk kepada Allah sama seperti para malaikat lain-lain, sedang seolah-olah “tidak takluk” kepada Allah, dan dengan syaitan itu Allah menguji orang-orang tentang keteguhan keyakinan mereka, tentang percaya mereka kepada Allah dan kepada Hari Kiamat.

Bagaimana harus diartikan kata “syaitan” itu?

Saya akan mengemukakan satu contoh. Dalam buku “Kapital” Marx menulis tentang undang yang obyektif (yaitu yang tidak tergantung kepada kemauan manusia) konsentrasi kapital (pemusatan modal) dan pertambahan kemiskinan dalam kapitalisme. Kalau dikata secara ringkas, maka maknanya undang itu ialah satu hal bahwa kaum miskin terus menjadi lebih miskin, kaum hartawan terus menjadi lebih kaya, jumlah orang-orang miskin (proletar) bertambah, jumlah orang-orang kaya (kapitalis) berkurang, dan itu pada saat tertentu menimbulkan revolusi proletar. Tetapi undang itu berlaku cuma sebagai kecenderungan (trend, tendensi) umum, ialah kecenderungannya yang berjalan cuma secara umum, secara keseluruhan (ialah tidak selalu, tidak dalam segala kejadian). Ialah, undangnya berlaku, kalau dipandang masyarakat sedunia keseluruhannya selama kala yang agak panjang. Sedang dalam kejadian terkhusus, teristimewa, ialah dalam negara-negara khusus, pada kala-kala khusus faktor-faktor (perkara-perkara) yang bertentangan dengan kecenderungan itu bisa jadi lebih kuat daripada kecenderungan itu (Marx menulis tentang hal itu juga).

Sebetulnya. Misalnya, pada kala-kala tertentu dari daur-daur ekonomi (economic circles), yaitu pada kala-kala kemakmuran, upah-upah kaum buruh bisa bertambah. Jadi, undangnya didapatkan oleh Marx seolah-olah “tidak berlaku”, maka hal ini menimbulkan pendapat yang sesat dalam rakyat, bahwa “Marxisme tiadalah kebenaran lagi” (ingatlah semboyan pada masa kemakmuran pada tahun 1920-an di Amerika Serikat “Bukan Marx, melainkan Ford!”, dan semboyan itu mendapat sambutan hangat dalam rakyat banyak; kita mengingat pula, bahwa kemakmuran itu berakhirkan krisis yang hebat sekali pada tahun 1929-32, “Great Depression”, “Depresi Besar”).

Selain itu, kita melihat bahwa undang itu seolah-olah “tidak berlaku” dalam bangsa-bangsa imperialis (bangsa-bangsa yang kaya), misalnya Rusia. Hal ini menimbulkan ejekan-ejekan yang sombong pada rakyatnya terhadap gagasan-gagasan revolusi, terhadap Marxisme-Leninisme yang revolusi, terhadap Islam yang revolusi. Tetapi suapan imperialis terhadap golongan penduduk yang luas sekali dalam bangsa-bangsa imperialis berasal dari perampasan bangsa-bangsa yang miskin, yang tertindas (sekarang terutama bangsa-bangsa Muslim), saya sudah menulis banyak kali tentang hal ini dahulu.

Jadi, undang konsentrasi kapital itu dan pertambahan kemiskinan, kalau diucapkan dengan bahasa Qur’an, boleh dinamai “sunatullah”, ialah “sunat dari Allah” (yang boleh diterjemahkan juga sebagai “undang alam”), sedang faktor-faktor (perkara-perkara) tersebut yang berwaktu pendek yang bertentangan dengan undang itu (tetapi, tentulah, tidak bisa menggagalkan undang itu) boleh dinamai “syaitan”. Kita melihat bahwa, sebagaimana diperhatikan dalam Qur’an, sebetulnya, tipu daya dari syaitan itu, godaan dari syaitan (ialah               pada hakekatnya keadaan kehidupan yang agak berkecukupan, suapan imperialis) menyesatkan dari jalan benar, dari jalan revolusi, dari “sabilillah”, dari jalan perlakuan undang-undang pertumbuhan sejarah yang obyektif orang-orang yang keyakinan lemah pada Hari Kiamat (ialah pada hakekatnya krisis revolusi dan revolusi proletar), ialah orang-orang munafiq, pada hakekatnya orang-orang kapitalis kecil, labor aristokrat (ialah buruh-buruh yang berupah tinggi).     

 

Akan disambung                                     


Komentar

  1. Salam. Senang membaca tulisan Anda, Gacikus. Penggambaran syaitan yang dibumbui sejarah yang sangat menarik. Saya juga memiliki pandangan yang sama tentang syaitan, bahwa ia adalah suatu identitas yang belum jelas, tetapi sebagai makluk Allah, ia memiliki peran untuk menggoda manusia. Artinya, syaitan ysng seungguhnya belum tentu benar benar sekeji seperti yang biasa manusia ceritakan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Marxisme dan Hijrah (Lanjutan)